Saya kembali dari Peking University usai belajar Bahasa Mandarin. Kemudian saya merenung: apakah saya bisa menularkan semangat belajar bahasa asing kepada orang lain? Saya tahu bahwa saya telah mengeluarkan banyak biaya untuk bisa berkuliah. Belajar bahasa asing yang berkualitas tentu membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Keinginan saya mendirikan lembaga pendidikan yang bergerak di bidang pembelajaran bahasa asing harus saya pikirkan secara matang. Di tengah kegamangan itu, seorang kawan sesama Tionghoa mengajak saya menemui seseorang yang selama ini ikut membersamai bisnisnya hingga maju seperti sekarang. Dia meyakinkan saya bahwa meskipun orang ini beragama Islam tapi punya banyak klien dari berbagai latar belakang agama. Teman saya mengajak saya menemui Gus Massar di Semarang.
Apa gunanya saya menemui Gus Massar? Saya sempat ragu saat itu. Bahwa saya sudah mengantongi beberapa kepercayaan dan perhitungan hari baik terkait waktu lahir, almanak, zodiac, dan shio, serta Feng Shui dan Hong Shui, nampaknya kawan saya berusaha meyakinkan saya bahwa dalam berbisnis, mempertimbangkan faktor “X” untuk memetakan risiko dan tantangan harus dikalkulasi bukan hanya dari sisi strategi bisnis tapi kualitas personal secara emosional dan spiritual orang yang menjalankannya. Pada tahap ini, kawan saya menegaskan bahwa Gus Massar akan membantu saya dalam meng-up grade cara berpikir dan energi positif yang ada dalam diri saya untuk bisa menarik keberuntungan serta menepis kesialan.
Memang di era disrupsi digital seperti saat ini, penguasaan bahasa asing menjadi bekal wajib bagi siapapun yang ingin mengembangkan diri dan berkompetensi untuk bisa berkompetisi di dalam dunia pendidikan dan kerja. Saya mengamati selamai ini, selain menempuh pembelajaran di sekolah formal, banyak profesional yang juga mengambil kursus bahasa asing setelah jam kerja kantor. Banyak penyedia lembaga kursus bahasa asing yang menyediakan kelas secara tatap muka (offline) dan daring (online). Waktu saya sampaikan pemikiran ini kepada Gus Massar saat bertemu, beliau lebih mendorong saya untuk membuka bisnis kursus bahasa asing melalui aplikasi teknologi daring. “Selain daring harus ada kelas tatap muka. Kalau bisa jangan hanya bahasa Mandarin tapi juga bahasa Inggris,” kata Gus Massar.
Untuk lebih memantapkan pikiran saya, Gus Massar menganjurkan agar saya melakukan terapi. Setelah tiga kali terapi, saya akhirnya dengan tekad bulat membangun dan mengembangkan startup pengembang aplikasi edukasi teknologi yang fokus pada pendidikan dua arah secara daring. Aplikasi ini menyediakan platform pembelajaran online interaktif dengan pendekatan baru dalam pembelajaran bahasa asing dengan menghubungkan siswa dan tutor (pengajar) melalui teks maupun video call yang bisa diakses selama 24 jam.
Berdasarkan survei yang saya lakukan bersama rekan saya, memang rata-rata penduduk Indonesia yang menguasai bahasa asing khususnya Bahasa Inggris hanya 10 persen. Oleh karena itu, pemikiran Gus Massar dan saya memiliki titik temu. Saya merasa cocok. Ambisi saya untuk membuat media pembelajaran bahasa asing dengan harga terjangkau dan siapa saja bisa mengaksesnya dengan mudah, efisien dan menyediakan kelas secara tatap muka kini menjadi kenyataan.
Setelah jadi, jumlah murid masih terbatas karena hanya mengandalkan dari omongan mulut ke mulut sebagai teknik pemasaran sehingga belum terdata dengan baik. Gus Massar menyarankan saya agar tetap bersabar sembari saya menyusun strategi marketing yang baik dan sesuai. Saat 5 tahun pertama, saya dihadapkan dengan koneksi internet yang terbatas, user behavior (masyarakat Indonesia belum menganggap penting kegiatan di luar sekolah, padahal ini sangat penting bagi stimulasi perkembangan kognitif dan motorik anak). Banyak pekerja kantoran yang harus pulang setelah jam kerja dan tak ada waktu untuk belajar lagi dengan alasan lelah dan alasan keluarga. Oleh karena itu, selain anak sekolah dan mahasiswa, saya berusaha melakukan marketing terhadap pekerja yang masih muda dan belum berkeluarga. Di Indonesia sendiri spending power belum sebesar Vietnam dan Malaysia (untuk pendidikan tambahan di luar mata ajaran sekolah). Bahkan tingkat pendidikan kita masih di bawah Vietnam.
Di tengah rumitnya pikiran menyusun strategi, saya tetap menjalin komunikasi dan melakukan terapi dengan jadwal konseling yang rutin dengan Gus Massar. Itu untuk menjaga agar pikiran tetap fresh dan kondisi tubuh tidak terpengaruh dengan beban pikiran yang kerap overthinking. Banyak orang sakit fisik karena beban pikiran berlebih. Antara jam kerja dan waktu istirahat tidak seimbang. Saya merasakan vitalitas saya semakin bagus, penuh semangat dan percaya diri. Atas saran dari Gus Massar, saya menyesuaikan harga ke mass market sehingga dapat lebih banyak spending power ke aplikasi yang saya bangun.
Tantangan lain yang muncul adalah adanya penyedia platform sejenis. Namun, itu menjadi penyemangat bagi saya untuk tetap bertahan. Saya berusaha agar platform saya bisa menjadi end to end learning ecosystem, bukan hanya untuk media belajar tapi membangun relationship dengan guru berupa training semenjak kuliah sampai saya rekrut untuk mengajar di platform ini. Setidaknya saya menggunakan tiga kunci sustainable bisnis. Pertama, bisa diakses dan harga terjangkau, jadi tercipta product market fit. Kedua, strong motivation bagaimana para siswa termotivasi untuk menyelesaikan kelas. Mereka harus dipacu dan diberi semangat untuk selesai dan mendapatkan sertifikat. Ketiga, engagement learning experience, bagimana student enjoy belajar. Ketika di kelas murid bisa merasa bahagia tanpa beban ketika belajar dengan guru.
Puji Tuhan pada awal tahun ini setelah dilakukan market fit, platform digital saya dirilik investor perorangan dan satu perusahaan investasi untuk pengembangan aplikasi. Saya juga mengundang investor dan partner top di level regional, ada Heritas Capital, MDI, Mandiri Capital, KB Investment yang merupakan investment arm dari Kookmin Bank untuk melakukan scale up hingga tahun 2030 agar lebih banyak lagi yang belajar melalui platform yang saya bangun. Selain bahasa Mandarin dan Bahasa Inggris, saya juga membuka Bahasa Jepang, dan Bahasa Korea. Kelas yang saat ini
memiliki minat tinggi antara lain di bidang hospitality, seperti Housekeeping dan Customer Service; Kewirausahaan dan Pemasaran. Saya juga menyediakan kursus untuk bisnis dan cross languange selain reguler.
Saat ini terdapat total lebih dari 4 juta murid dari 34 provinsi dan punya total pengajar lebih dari 2.500 orang. Pengajar mayoritas dari Indonesia, ada juga penutur asing seperti dari Filipina, China, Eropa (Hungaria). Total pengajar penutur asing berasal dari 10 negara. Kurikulum dibuat mengikuti standar terbaru dan tren kebutuhan skills yang ada. Saya juga menggandeng profesional/ahli, institusi pendidikan, badan standardisasi/sertifikasi untuk setiap kursus yang kami hadirkan. Setiap level pembelajaran dan kelas juga sudah memiliki sertifikat yang bekerja sama dengan institusi terpercaya. Sungguh saya berterima kasih kepada semua rekan, investor dan juga Gus Massar yang telah membantu saya.
Yushi Sun, Jakarta