Neraca Keadilan: Saat Angka-Angka Anggaran Menguji Nurani Bangsa

Hiruk pikuk perpolitikan di bulan yang lalu perlahan mulai mereda. Suara-suara yang meninggi kini kembali lirih, dan perhatian kita yang sempat tersita oleh perdebatan sengit, kini kembali pada rutinitas harian masing-masing. Di saat jeda inilah, di saat suasana lebih hening, adalah waktu terbaik bagi kita untuk merenung, untuk muhasabah sebagai sebuah bangsa.

Salah satu perbincangan terhangat yang kita lalui adalah tentang lembar-lembar kertas berisi angka, yang kita kenal sebagai Anggaran Negara. Bagi sebagian orang, ia mungkin hanyalah sekumpulan data ekonomi yang rumit. Namun, jika kita memandangnya dengan mata hati (bashirah), anggaran negara sesungguhnya adalah sebuah cermin moral. Ia adalah neraca yang menimbang dengan telanjang: apa sesungguhnya prioritas kita sebagai sebuah bangsa? Ke mana hati kita lebih condong? Pada kilau mercusuar pembangunan fisik, atau pada senyum seorang anak yang bisa sekolah dan seorang lansia yang terjamin hari tuanya?

Di balik setiap triliun rupiah yang tertera, ada denyut kehidupan jutaan rakyat. Ada harapan seorang petani yang menanti harga pupuk yang terjangkau. Ada doa seorang ibu yang ingin melihat puskesmas di desanya memiliki fasilitas yang layak. Ada mimpi seorang pemuda di pelosok negeri yang mendambakan akses internet untuk belajar. Angka-angka itu tidaklah bisu; mereka berbicara tentang keadilan, tentang keberpihakan, dan yang terpenting, tentang amanah.

Amanah adalah sebuah titipan suci. Bagi para pemangku kebijakan, amanah itu datang dari Tuhan melalui lisan dan suara rakyat yang mereka wakili. Setiap kebijakan yang dirumuskan, setiap alokasi dana yang diputuskan, adalah sebentuk ibadah yang pertanggungjawabannya amatlah berat, melampaui sidang-sidang di dunia. Goresan pena Tuan dan Puan di atas dokumen negara sesungguhnya adalah goresan takdir bagi banyak jiwa. Maka, putuskanlah dengan nurani yang paling dalam, dengan rasa takut kepada Yang Maha Melihat, karena sesungguhnya tujuan diturunkannya kekuasaan adalah untuk menegakkan keadilan. Allah ﷻ berfirman:

“…Dan Kami turunkan (pula) besi yang mempunyai kekuatan hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa. Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil…” (QS. Al-Hadid: 25)

Lalu, bagaimana dengan kita, mayoritas rakyat yang menjadi saksi atas semua ini? Hati kita mungkin dipenuhi kegelisahan, harapan, bahkan terkadang kekecewaan. Namun, menyikapi ini dengan sinisme dan sumpah serapah hanya akan mengeruhkan suasana dan mematikan harapan. Sikap yang bijak menuntut kita pada tiga hal: mengawasi, mendoakan, dan berikhtiar.

Mengawasi adalah hak dan kewajiban kita sebagai warga negara untuk memastikan amanah itu berjalan di rel yang benar. Mendoakan adalah senjata spiritual kita, memohon agar para pemimpin dianugerahi petunjuk dan hikmah dalam mengambil keputusan yang berat. Dan berikhtiar adalah tugas kita di lingkup terkecil: keluarga dan lingkungan kita sendiri. Kesehatan sebuah bangsa dimulai dari kesehatan ‘dapur’ setiap warganya. Mari kelola keuangan keluarga kita dengan bijak, hidupkan kembali semangat gotong royong dengan tetangga, dan ajarkan anak-anak kita arti rasa cukup (qana’ah) dan syukur.

Saudaraku, Anggaran negara boleh jadi disahkan setahun sekali, tetapi neraca keadilan di hadapan Tuhan terbuka setiap hari. Mari kita jadikan momen ini bukan sebagai ajang perpecahan, melainkan sebagai pengingat bersama akan tujuan luhur kita berbangsa: mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing para pemimpin kita dalam memegang amanah, melapangkan hati kita semua untuk senantiasa bersyukur dan berusaha, serta menjaga negeri ini dalam naungan rahmat dan keberkahan-Nya.

Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *