TANYA
Assalamu’alaikum, Gus Massar. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Salam Kebajikan. Saya mengirimkan pertanyaan konsultasi ini melalui email yang saya tulis langsung dari Amerika Serikat. Saya sedang mengikuti konferensi internasional dengan topik manajemen dan ilmu-ilmu sosial. Sudah lama saya ingin mengonsultasikan masalah rumah tangga saya dan baru kali ini saya sempat dan tergerak untuk menuliskannya. Selama ini saya curhat dan sharing dengan teman dekat saya tapi saya belum puas dan tak ada solusi yang saya dapatkan.
Istri saya selingkuh dan itu terjadi sudah setahun ini. Dia berselingkuh dengan lelaki yang sudah beristri. Saya sempat meminta bantuan dan membayar dua teman saya untuk menyelidiki kebenarannya. Ketika saya sedang bertugas ke luar pulau atau ke luar negeri, diam-diam istri saya menemui lelaki tersebut, yang tak lain adalah mantan pacarnya saat SMA. Saya sendiri pada mulanya tidak menyadari karena saya pernah memeriksa isi chat di WA dan SMS maupun akun media sosial istri saya dan saya tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Setelah dua teman saya memberi saya foto-foto istri saya berjalan berdua dan makan bersama, teman saya menyarankan agar saya juga mengecek chat di aplikasi belanja atau transportasi online. Dan memang benar saya menemukan chat yang isinya kata-kata mesra dan janji bertemu. Saya dan istri sempat bertengkar tentang ini dan saya ingin menceraikan istri saya tapi saya masih memikirkan bagaimana dampaknya pada dua anak saya yang masih butuh perhatian dan kasih sayang orangtua. Apa langkah yang harus saya ambil? Mohon saran dan solusi dari Gus Massar.
Mahendra, Bogor.
JAWAB
Wa’alaikumsalam. Pak Mahendra, pernikahan adalah suatu ikatan yang sakral. Di dalamnya ada komitmen untuk setia dan janji suci untuk bersama-sama menjaga rumah tangga dengan visi dan misi yang sama hingga akhir hayat. Salah satu hal yang menodai pernikahan adalah perselingkuhan. Ini tidak bisa ditolerir. Namun, ini juga harus kembali kepada pasangan masing-masing untuk menyiapkan diri secara mental dan finansial. Apakah masing-masing sudah siap dengan perceraian atau belum?
Saya menyarankan untuk bercerai dengan catatan bahwa Anda ikut bertanggungjawab terhadap nafkah bagi anak-anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan dan kebutuhan hidup. Perceraian adalah jalan terbaik daripada anak-anak sering menyaksikan dan mendengar kedua orangtuanya bertengkar. Itu tidak bagus bagi kondisi mental dan pikiran anak-anak dan akan terbawa hingga mereka dewasa. Tentu saja sambil memberi pengertian kepada anak-anak bahwa perpisahan ini bukan karena Anda dan istri saling membenci dan mendendam tapi karena sudah tidak adanya kecocokan. Anak-anak jangan digiring dan dipengaruhi untuk membenci salah satu dari kedua orangtua. Saya tidak menyalahkan Anda tapi Anda perlu introspeksi kenapa istri Anda bisa selingkuh. Apakah kurang perhatian dan kasih sayang—dan ini tidak melulu soal kecukupan nafkah finansial—atau ada kekecewaan lain?
Jika keputusan pengadilan nanti memberikan hak asuh pada istri, Anda harus tetap mengunjungi dan mengajak anak-anak jalan-jalan atau makan-makan di waktu luang. Jika hak asuh jatuh ke tangan Anda, anak-anak punya hak untuk bertemu ibunya. Jangan dilarang. Anda juga jangan membicarakan keburukan istri sebagai figur ibu yang jahat dan tak patut dicontoh kepada anak-anak. Kelak saat mereka dewasa akan tahu sendiri dan bisa menilai. Anak-anak biarkan fokus pada dunia mereka yaitu bermain dan belajar. Buatlah anak-anak gembira dan tidak ikut menanggung beban masalah orang dewasa. Jika ke depan nanti Anda hendak menikah lagi, pastikan kriteria harus sesuai. Namun terlebih dahulu, ada beberapa hal dalam diri Anda yang harus dibereskan. Itu agar Anda tidak salah pilih calon pendamping hidup dan perceraian tidak terulang lagi. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa menghubungi saya agar bisa bertatap muka langsung dengan saya karena ada hal-hal rahasia yang tidak bisa saya sampaikan lewat email ini. Sampai ketemu dan salam.