DARI KLINIK MENJADI RUMAH SAKIT

Inilah Perbedaan Antara Rumah Sakit & Klinik — Rumah Sakit Budi Medika

Perjalanan hidup saya bagi sebagian orang bisa dibilang cukup inspiratif. Ada yang mengatakan kisah hidup saya memang penuh liku-liku dan perjuangan. Ketika masih kecil, saya tidak memiliki bayangan menekuni dunia medis seperti saat ini. Cita-cita saya adalah justru ingin menjadi penerbang pesawat tempur. Waktu saya kecil saya sering diajak ayah saya melihat pesawat TNI Angkatan Udara (AU).
Keinginan menjadi penerbang masih tertanam kuat dalam hati hingga saya duduk di bangku SMA. Namun, saya harus mengubur dalam-dalam keinginan tersebut. Itu karena musibah yang saya alami ketika kelas dua SMA. Saya mengalami kecelakaan lalu lintas yang membuat salah satu tulang kaki saya patah. Meskipun bisa pulih kembali, saya pasrah dan menerima kenyataan tidak bisa memujudkan keinginan jadi pilot.
Saya akhirnya memilih profesi sebagai perawat dengan menempuh jenjang pendidikan khusus perawat dari SPK, SGP (Sekolah Guru Perawat) hingga Akper (Akdemi Perawat) sampai program magister manajemen kesehatan masyarakat di sebuah kampus negeri. Pilihan saya menjadi perawat ternyata sangat tepat. Dari keperawatan inilah, saya meraih kesuksesan. Saat masih kuliah di Akper, saya sudah diterima kerja sebagai pengajar di almamater. Karir saya terbilang melesat, dari staf pengajar naik menjadi wakil kepala sekolah hingga menjadi salah satu direktur setelah SPK secara bertahap naik status menjadi Akper, Sekolah Tinggi dan sejak lima tahun terakhir berubah jadi universitas.
Selain berstatus sebagai pengajar di SPK saya juga mendapatkan kepercayaan untuk nyambi kerja di sebuah RS swasta. Selepas mengajar dari pagi sampai sore, pada malam harinya saya berdinas di rumah sakit. Di RS, saya bukan menjadi tenaga medis biasa, tapi mendapat posisi strategis. Saya memegang manajemen Unit Gawat Darurat (UGD). Setelah enam tahun bekerja di RS, saya mengundurkan diri.
Sebetulnya ada pemicu yang mendorong untuk memutuskan berhenti dari rumah sakit tersebut. Pemicunya tidak lain adalah sesobek kertas yang tak sengaja saya temukan tergeletak di lorong rumah sakit. Ternyata kertas tersebut merupakan slip gaji seorang dokter spesialis. Saya kaget saat melihat besaran gaji dokter tersebut yang nilainya jauh lebih besar dari gaji saya sebagai penanggungjawab UGD. Saya kaget dan merenung. Saya berkesimpulan kalau tetap bertahan tidak mungkin akan mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Karena terpicu soal slip gaji tersebut, saya mengajukan surat pengunduran diri kepada direktur rumah sakit. Pihak rumah sakit terkaget-kaget dan berusaha menahan saya dengan menawarkan kenaikan gaji. Ada utusan khusus direksi untuk membujuk saya agar bertahan dengan tawaran kenaikan gaji. Tapi tekad saya sudah bulat ingin keluar dan fokus mengajar.
Setelah keluar dari rumah sakit, saya mereposisi tujuan hidup. Saya bertekad meraih sukses di usia 40 tahun dengan memiliki usaha yang menerapkan prinsip: tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Saya menargetkan bisa sedekah tiap bulan kepada yang membutuhkan dan bisa menunaikan ibadah haji. Satu hal yang menarik, dalam impian memiliki usaha tersebut ternyata tidak ada bayangan memiliki bisnis yang terkait dengan jasa layanan kesehatan, termasuk rumah sakit. Inspirasi bisnis ini justru muncul setelah saya bertemu dengan Gus Massar. Cerita selengkapnya bisa dibaca di bawah. Namun, sebelum itu, di masa muda, saya jungkir balik menekuni beberapa bisnis lain, mendapatkan keuntungan lumayan lantas kemudian rugi banyak.
Pasca mengundurkan diri dari rumah sakit, saya ternyata merasakan ada sesuatu yang hilang. Saya merasa kurang produktif. Akhirnya saya menemukan aktivitas usaha di luar kesibukan mengajar. Ada beberapa peluang usaha yang saya peroleh secara tidak sengaja. Waktu mengantar istri belanja ke pasar, saya tertarik ketika melihat cengkih. Saya berkata istri bahwa saya tertarik menekuni bisnis cengkih. Saya mencari info ke sana dan ke mari untuk menemukan sumber penghasil cengkih di Magelang.
Setelah saya tekuni, komoditi rempah tersebut sebenarnya memberi penghasilan yang lumayan. Saya kulakan langsung ke petani yang bekerjasama dengan pengepul. Di saat bisnis cengkih sedang berjalan bagus, mendadak ada kebijakan pemerintah masa Orde Baru untuk mengatur perniagaan cengkih. Saya mengalami kerugian besar karena harga cengkih terjun bebas dan banyak petani yang marah dengan membabat habis pohon cengkih karena dianggap tidak lagi ada nilainya.
Saya berhenti berdagang cengkih dan beralih dengan menjadi blantik sapi, khususnya sapi jenis metal. Saya tidak lama menjalani bisnis ini karena mengalami kerugian akibat salah pilih jenis sapi. Saya kemudian beralih ke bisnis mobil bekas. Saya bekerjasama dengan adikku. Mobil seken yang saya beli dicuci bersih sehingga penampilannya menarik kemudian saya iklankan lewat koran. Sekali iklan waktu itu sangat efektif menarik konsumen datang. Saya bisa mendapatkan keuntungan bersih minimal Rp 3 juta untuk satu unitnya. Uang tabungan saya mulai banyak tapi saya merasa hidup tidak tenang. Selalu ada yang kurang dalam hati. Saya kemudian menyerahkan usaha jual beli mobil tersebut kepada adik saya.
Pada tahun 2008 saya mulai berkelana. Saya ingin mencari guru ruhani yang bisa membantu saya agar sukses secara materi dan bahagia. Batin dan pikiran tenang. Betapa banyak orang yang memiliki harta melimpah tapi tidak bahagia. Saya mulai berziarah ke makam beberapa ulama terkenal. Saya juga mengunjungi beberapa pesantren untuk mencari ijazah amalan dan wirid. Hingga pada akhirnya, salah satu pengasuh pondok pesantren memberikan saya sebuah nama yang harus saya kunjungi untuk silaturahim. Beliau menyebut nama Gus Massar. Dari beliau juga saya kemudian mendapat alamat Gus Massar.
Setelah berjumpa secara langsung dengan Gus Massar, saya menerima amalan dan menjalani beberapa hal yang harus saya baca dan kerjakan. Termasuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu. Saya dianjurkan berbuat baik kepada siapa saja tanpa memandang latar belakang agama dan etnis. Saya kemudian pulang ke kota kelahiran saya dan menjalani apa yang telah Gus Massar sampaikan kepada saya. Pada kurun waktu 2009-2011, saya mulai dikenal sebagai orang yang bisa mengobati penyakit.
Tetangga bahkan anggota keluarga mulai heran. Nama saya yang sebelumnya dikenal sebagai pedagang mobil bekas mulai viral sebagai juru sembuh. Banyak masyarakat yang mengeluh sakit, minta tolong untuk disembuhkan. Hal itu berawal karena keberhasilanku menyembuhkan kakak kandungku yang sedang sakit. Suatu ketika kakakku yang kebetulan PNS tidak masuk kerja karena mengeluh sakit. Rencana mau saya berobat ke salah satu RS terdekat. Dia tidak mau dan minta saya sendiri yang mengobati, dan terpaksa saya obati. Ternyata sembuh.
Cerita keberhasilan saya menyembuhkan kakak yang sakit menyebar dari tingkat desa hingga ke lingkup kabupaten. Dari sinilah tiap hari ada saja yang datang ingin berobat ke rumahku. Pada awalnya membantu pengobatan secara gratis. Karena yang datang makin banyak akhirnya mereka membayar dengan suka rela. Dengan semakin banyaknya pasien yang datang, saya kemudian kembali menemui Gus Massar. Beliau menyarankan saya untuk mendirikan Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin (BPRB). Kebetulan istri saya berprofesi sebagai bidan di puskesmas dan buka praktek di sebuah rumah sakit bersalin swasta.
Atas saran dari Gus Massar, saya membangun klinik tersebut terpisah dengan rumah pribadi, tepatnya di pinggir jalan raya. Klinik tersebut dillengkapi dengan ruang periksa, dan kamar inap. Untuk pasien umum saya tangani sedangkan yang terkait dengan kebidanan ditangani istri saya. Balai pengobatan yang saya kelola bersama istri mengalami perkembangan yang pesat. Apalagi setelah ada dokter yang praktik setiap hari. Dari sekadar klinik akhirnya naik kelas menjadi rumah sakit. Saya mendapatkan banyak kemudahan saat awal mengembangkan klinik menjadi rumah sakit. Dukungan pertama datang dari tetangga sebelah yang menawarkan tanahnya untuk dipakai dengan harga setengah dari harga pasaran. Selain itu, ada sebuah bank yang tiba-tiba menawarkan pembiayaan.
Kini saya sedang meng-upgrade bangunan rumah sakit yang lama menjadi bangunan baru dalam bentuk tower setinggi delapan lantai. Nilai investasi yang digelontorkan untuk membangun tower tersebut mencapai ratusan miliar rupiah yang dikerjakan secara swakelola dengan target selesai selama 1,5 tahun atau 18 bulan. Gedung lama sudah tidak mampu menampung pasien yang ingin rawat inap, sehingga saya harus membangun gedung baru dalam bentuk tower, tahap pertama delapan lantai berikutnya lima lantai. Gedung ini dikonsep menjadi rumah sakit modern berstandar international. Siap menangani semua jenis penyakit dengan fasilitas paripurna. Selain menyiapkan ruang untuk rawat inap dan rawat jalan yang nyaman, juga akan dilengkapi dengan dukungan peralatan medis yang mutakhir. Saya sudah siap dengan dokter dokter spesialis dan peralatan medis yang canggih.
Saya merasa optimistis akan berhasil menyelesaikan pembangunan rumah sakit sesuai dengan target waktu kurang dari dua tahun. Dengan gedung dan peralatan medis yang semuanya serba baru tersebut saya juga yakin bisa memberikan pelayanan yang jauh lebih baik kepada masyarakat. Semua pasien yang ingin rawat inap bisa kami layani, tidak perlu lagi merujuk ke rumah sakit lain. Dengan pembangunan gedung baru tersebut, akan menambah fasilitas kamar inap, ruang operasi dan poliklinik.
Ruang inap yang saat ini masih tersedia 50 kamar, akan bertambah menjadi 100 kamar. Dengan bertambahnya berbagai fasilitas tersebut, tentu akan menaikkan kelas rumah sakit dari tipe D ke tipe C. Saat ini saya sedang proses mengurus ijin kenaikan tipe dari D ke C. Saya menyiapkan fasilitas yang lengkap. Mulai dari IGD, UGD, ICU, ICCU, NICU, HCU, PICU, laboratorium dan berbagai poliklinik untuk rawat jalan. Konsep awalnya memang klinik dan Alhamdulillah meningkat jadi rumah sakit.
Saat ini rumah sakit sudah memiliki 36 dokter spesialis, mulai bedah, penyakit dalam, anak, bedah, syaraf, kulit, mata, THT anestesi radiologi, rehabilitasi emedis, gigi, otodentis, orthopedic,dll. Saya juga sudah melibatkan tiga anak saya untuk mengelola rumah sakit tersebut. Sudah ada dua dari tiga anak saya yang jadi dokter. Saat tulisan ini saya ketik, saya sedang berada di Singapura untuk mengantar anak bungsu saya yang sedang mencari tempat untuk melanjutkan sekolah. Alhamdulillah, saya sangat bahagia karena bisnis yang saya kelola bisa bermanfaat bagi banyak orang. Sebagian keuntungan juga saya sedekahkan kepada yayasan pendidikan yang dikelola oleh Gus Massar untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Dari SP, Singapura

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *