TANYA
Selamat pagi, Ustad Massar. Saya memiliki masalah tentang anak saya. Anak laki-laki satu-satunya. Anak saya sudah lulus SMA dan diterima di dua kampus di Tangerang yaitu Universitas Prasetya Mulya (Prasmul) dan Swiss German University (SGU). Tadinya dia ingin kuliah ke luar negeri tapi suami saya masih belum rela melepasnya untuk pergi jauh karena khawatir. Suami saya sudah menjanjikan nanti kalau pas S2 saja lanjut ke luar negeri. Anak saya mau. Akhirnya pilihan jatuh pada Swiss German University jurusan Industrial Engineering.
Tapi akhir-akhir ini semangat anak saya untuk berkuliah mulai menurun dan cenderung menjadi pendiam. Saya sudah bertanya apakah jurusan yang dipilih tidak cocok atau bagaimana. Anak saya hanya merespon dengan kesal. Saya jadi bingung ini Ustad. Padahal jurusan yang dipilih sudah melalui diskusi bersama antara saya, suami saya, dan juga anak saya. Kami sebagai orang tua tentu berharap anak kami bisa menjadi orang yang sukses. Mohon Ustad bisa membantu. Terima kasih sebelumnya.
Alexandra Veronica, BSD Tangerang
JAWAB
Selamat pagi, Ibu Sandra. Salam sejahtera untuk Anda sekeluarga. Tentu saya masih ingat Ibu Alexandra dipanggilnya Sandra. Semoga Anda dan suami semakin harmonis. Menurut saya begini, Bu Sandra. Yang namanya motivasi entah itu dalam bekerja atau belajar tentu ada naik turunnya. Ini perlu digali lagi lebih dalam apa saja penyebabnya. Nanti kalau anak Anda dibawa ke tempat saya akan ketahuan mengapa bisa begitu. Meskipun demikian dari foto yang saya lihat, anak Anda masih sering berkomunikasi dengan teman-temannya yang kuliah di luar negeri. Ini salah satu hal yang membuat putra Anda merasa bahwa yang sedang dirasakan teman-temannya lebih enak daripada dirinya. Padahal menurut saya, SGU sudah cukup bagus karena atmosfernya juga terasa internasional. Prasmul juga bagus untuk belajar bisnis dan enterpreneurship.
Terkait dengan harapan orangtua akan anaknya agar jadi orang sukses, apalagi sukses secara materi, apa yang sudah Anda miliki dan persiapkan untuk putra Anda sudah memadai. Di sini Anda bisa mengajak anak Anda untuk senantiasa bersyukur bahwa tidak setiap anak punya fasilitas dan keluarga yang mendukung untuk bisa sukses. Memang setiap orang baik yang kaya maupun miskin tentu sama-sama tetap harus berjuang dalam hidup ini. Orang miskin berjuang untuk bertahan hidup, untuk keluar dari jerat kemiskinan. Orang kaya berjuang agar tidak jatuh bangkrut menjadi miskin, berupaya agar hartanya semakin meningkat. Inilah yang disebut bagian dari proses.
Dalam hidup ini, manusia dan perjalanan hidupnya itu begitu unik. Meskipun dibuat rumus baku, lalu ditiru, kadang hasilnya bisa berbeda-beda. Karena setiap waktu yang dilalui seorang manusia dari detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun akan menghasilkan momen yang membentuk pengalaman fisik maupun mental yang berbeda antara satu orang dengan lainnya. Itulah kenapa ketika saya membantu dengan solusi, itu juga tergantung orangnya, cara dia melakukan, cara dia merespon situasi dan kondisi akan berpengaruh pada hasil. Saya menunjukkan jalan, kalau orang tersebut tidak mau berjalan melewatinya, mana mungkin bisa sampai tujuan? Makanya saya salut dengan Anda yang dulu dengan sabar mengikuti dan menjalankan saran saya agar suami bisa berubah sikapnya.
Setiap orang tua tentu ingin anaknya menjadi orang sukses. Sukses dalam studi, sukses dalam karir, sukses secara finansial, dan lain sebagainya. Anda bisa membaca kisah-kisah orang sukses atau yang sedang berjuang menuju sukses misalnya di buku Outliers yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Bisa juga buku Think and Grow Rich dari Napoleon Hill yang terkenal itu. Tentu saja dari sekian banyak pembaca buku-buku tersebut, ada yang berhasil dan sukses dan ada yang tidak dan ini perlu survey dan penelitian lebih lanjut. Namun, dari sekian banyak kisah hidup manusia yang sedang berjuang ingin sukses, akan terlihat beragam kenyataan.
Ada orang miskin yang bisa bangkit keluar dari kemiskinan meski dengan jalan yang sangat terjal tapi mengapa ada orang miskin yang tidak bisa berubah bahkan ketika segala kemudahan dan fasilitas diberikan padanya? Misalnya beasiswa, program pelatihan, dan modal usaha yang diberikan kepada orang miskin belum tentu bisa mengubah nasib mereka. Ini bisa terkait masalah mental dan genetik. Ada orang miskin yang memang mentalnya miskin sehingga susah keluar dari kemiskinan. Bahkan, ada orang yang kaya raya tapi mentalnya miskin.
Ada anak orang kaya yang tetap bisa melanjutkan mengelola kekayaan orang tuanya, di sisi lain ada anak orang kaya yang akhirnya hanya menghabiskan harta peninggalan orangtuanya. Orangtuanya yang pontang panting bekerja, anaknya yang sibuk menghabiskan. Dalam mengelola keuangan dan keputusan-keputusan dalam menggunakan dan membelanjakan uang juga terkait faktor psikologis. Ini bisa dibaca dalam buku Psychology of Money karya Morgan Housel.
Sekian banyak orangtua yang mengeluhkan kenapa anaknya begini tidak begitu, harusnya begini tidak begitu, hanyalah bagian dari proses hidup yang mau tidak mau memang harus dijalani. Setiap manusia akan belajar dari kesalahan dan kegagalan masing-masing. Hal-hal yang tidak enak dan membosankan harus dilalui. Menunda kenyamanan sesaat untuk meraih kenyamanan yang lebih panjang durasi jangka waktunya. Itu kalau memang mau keluar menuju situasi dan kondisi yang lebih baik.
Dengan begitu kita tidak akan heran misalnya kenapa ada orang yang berprofesi sebagai pengajar entah dosen entah guru yang baik dan berdedikasi sanggup mendidik dan menginspirasi anak petani miskin untuk bisa berjuang lepas dari kemiskinan betapapun hidup yang dilalui begitu berat. Sedangkan para pengajar tadi, anak-anaknya sendiri justru menjadi anak yang tidak jelas, kehilangan motivasi, padahal orangtuanya sendiri adalah seorang guru, seorang dosen. Ini juga terlihat juga dari misalnya ada pemuka agama, motivator, atau juru khotbah yang menginspirasi, memotivasi dan mengubah hidup orang lain tapi justru anak sendiri tidak terurus dan masih kebingungan menentukan jalan hidup.
Kita dengan cara hidup kita yang sekarang, yang kita yakini baik dan benar, adalah produk dari semua apa yang kita lalui, waktu demi waktu, momen demi momen sejak lahir ke dunia ini hingga detik ini. Dan karena tidak ada lebih dari satu orang di dunia ini yang bisa memiliki pengalaman yang benar-benar sama 100% selama perjalanan hidupnya. Itulah kenapa nasib orang itu tidak bisa sama persis 100% dan tidak bisa dirumuskan dengan generalisasi. Melakukan introspeksi, refleksi, dan evaluasi adalah hal yang dibutuhkan seseorang untuk bergerak ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan hal itu yang tidak dimiliki semua orang. Bahkan kita yang suka sudah merasa hidup di jalan yang benar saja belum tentu benar di mata orang lain. Begitu juga jalan orang lain yang menurut kita salah dan tidak enak, ternyata bagi dia yang menjalani sudah merasa benar, sudah merasa nyaman. Itu sebabnya mengubah orang lain sesuai kehendak dan harapan kita itu tidak mudah. Butuh waktu. Butuh proses. Butuh kesabaran. Demikian yang bisa saya sampaikan. Segera ajak putra Anda dan suami ke tempat saya. Nanti kita bisa ngobrol lebih banyak lagi. Salam.