MENYELARASKAN DIRI DENGAN ALAM SEMESTA

Saat masih kecil, aku diajak mendiang ayahku naik ke atap rumah (genteng) untuk membetulkan atap genteng yang bergeser atau melorot. Sedangkan genteng yang bocor diganti dengan genteng baru atau jika masih memungkinkan bisa ditambal dengan tir (aspal). Meskipun aku seorang perempuan, aku juga diajari ayahku menambal ban sepeda yang bocor atau membetulkan rantainya yang lepas termasuk memperbaiki colokan kabel listrik yang putus. Ayahku mengajariku beragam keterampilan dasar sebagai bekal menjalani kehidupan seperti bercocok tanam, merawat hewan peliharaan, memasak, menyapu, mengepel lantai, mencuci peralatan makan dan mencuci baju sendiri. Ayahku saat itu adalah pensiunan tentara sedangkan ibuku sudah meninggal terlebih dulu. Mau tak mau aku dipaksa oleh keadaan untuk tampil menjadi anak mandiri tanpa sosok sang ibu. Kelak beragam keterampilan yang diajarkan ayahku sungguh sangat berguna terutama ketika aku tumbuh dewasa: kuliah, bekerja, mengelola perusahaan, dan menginjakkan kaki di berbagai negara.Bila merunut ke belakang, aku kerap merenung tentang perjalanan hidupku yang memang tidaklah mulus. Bahkan boleh dikatakan amat berliku. Jauh sebelum aku mendirikan perusahaan ekspor, ayah telah melatihku dasar-dasar berbisnis kecil-kecilan. Ayah memberiku modal sirup buatannya untuk aku olah menjadi es lilin yang aku jual kepada teman-teman sekolah dasar, teman sepermainan, dan tetangga sekitar. Hobi membaca yang telah aku pupuk semenjak aku mulai mengenal alfabet sedikit banyak menjadi pemantik untuk suatu hari aku ingin bisa mengunjungi berbagai negara dan mengenal berbagai budaya mancanegara. Ayahku memiliki koleksi banyak buku, ensiklopedia, tabloid, dan majalah. Tak jarang beliau membelikan aku buku-buku cerita bergambar dari lima benua mulai dari buku karangan Hans Christian Andersen, kisah Lima Sekawan karya Enid Blyton, petualangan Winnetou karya Karl May, dan masih banyak lagi. Buku-buku yang turut membentuk sebuah impian untuk bisa melihat dan merasakan kehidupan di belahan dunia lain.
Pada awalnya aku bercita-cita menjadi diplomat dengan ingin berkuliah di jurusan Hubungan Internasional tapi tidak dapat terwujud akibat pada saat tes masuk universitas negeri aku demam tinggi terkena paratifus (penyakit tipes) sehingga aku tidak bisa maksimal dalam mengerjakan soal ujian masuk. Aku juga gagal masuk jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penyebabnya sama yaitu aku mengalami demam tinggi akibat paratifus yang kambuh. Di tengah rasa putus asa, ayahku mempertemukan aku dengan Gus Massar, seorang konselor yang punya rubrik konsultasi di majalah dan tabloid koleksi ayahku.
Gus Massar sosok yang ramah. Beliau membesarkan hatiku untuk tidak menyerah dan membimbingku untuk mencari jalan lain yang bisa membawa perubahan baik bagi masa depanku. Aku diajari untuk bisa hening mendengarkan kata hati. Sebuah model terapi yang membuatku tenang dan tidak khawatir atas apa-apa yang belum terjadi dan tidak menyesal terhadap apa yang sudah terjadi. Aku diajari untuk menyelaraskan diri dengan energi alam semesta. Atas saran beliau, aku mendaftar di jurusan Ekonomi Manajemen Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Di kampus itulah aku menuai banyak prestasi termasuk meraih nilai tes TOEFL tertinggi. Selain bahasa Inggris, aku mengikuti kursus bahasa Prancis, Italia, dan Jerman.
Di kemudian hari, nasib membawaku menjadi guru BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) untuk murid ekspatriat dari kalangan eksekutif dan pengusaha. Hal itu menjadi pengantar babak baru perjalanan karirku menjadi pengusaha sekaligus eksportir barang kerajinan dari bahan alam atas dukungan muridku, seorang pengusaha senior yang usianya lebih tua dariku. Terwujudlah cita-cita masa kecilku untuk terbang mengunjungi berbagai negara mulai Asia, Amerika, dan Eropa. Produk jualanku mampu menembus pasar dunia bahkan pasar ekspor yang terkenal sulit pun berhasil aku tembus. Negara seperti Jerman dan Jepang bisa menerima beberapa komoditas produk unggulan dari perusahaanku.
Begitulah sedikit kisahku. Akan kujalani hari-hariku dengan mensyukuri anugerah kehidupan mulai dari awal aku dilahirkan hingga kini. Bersyukur atas kekayaan pengalaman hidup yang telah aku jalani. Bersyukur telah dilahirkan oleh kedua almarhum orang tuaku, dididik ayahku, dan dibimbing Gus Massar. Aku memohon ampunan atas segala salah dosa, kesombongan dan kesalahanku di masa lalu. Berusaha melimpahkan kasih dan kebaikan lewat doa dan laku kepada sesama manusia, semua makhluk, alam semesta dan seisinya. Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu Sadhu Sadhu.
Anjali Gantari, saat ini tinggal di Gianyar, Bali

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *