Hari itu sekitar tahun dua ribu delapan belas, seorang laki-laki menghubungi admin dan minta dipertemukan dengan Gus Massar. Dia mengaku teman lama Gus Massar. Teman semasa kuliah yang sudah 12 tahun tidak bertemu. Lulus kuliah dia harus pindah mengikuti ayahnya yang saat itu harus mutasi karena dipromosikan di sebuah perusahaan BUMN di propinsi berbeda. Di bawah bimbingan ayahnya dan beberapa pengusaha senior, dia lalu mendirikan perusahaan sendiri. Sebut saja dia Bram (bukan nama sebenarnya). Usia kira-kira 43 tahun. Seorang pengusaha di bidang industri tekstil dan karet. Dia beberapa kali mengeluh karena lambung dan dadanya sakit. Karena sakit yang tidak tertahankan, akhirnya sopir dan asisten pribadinya mengantar dia ke ruang IGD sebuah rumah sakit.
Setelah dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh, hasil diagnosis menyatakan bahwa Bram terkena penyakit tipes. Merasa menerapkan pola hidup sehat dan olahraga teratur, Bram merasakan ada yang aneh dengan penyakitnya. Penyakit yang datang tiba-tiba dan langsung parah. Menggerakkan kaki saja dia tidak sanggup. Ditambah dia sering muntah dan diare. Kepada Gus Massar, Bram bercerita bahwa ada hal aneh yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Dia mendadak sakit perut dan nyeri di bagian dada tapi setelah beberapa hari hilang begitu saja. Ketika dia mendapati diagnosis tipes, dia heran karena keesokan harinya dia sudah membaik.
Saat itu Bram justru tertawa kecut. Entah harus bagaimana dia menyikapi penyakit anehnya itu. Penyakit yang timbul tenggelam entah apa penyebabnya dia sendiri tidak paham. Setelah Bram meminum dan mengudap hidangan yang telah disuguhkan, Gus Massar bertanya tentang istri Bram. Saat itu Bram sejenak diam dan menundukkan kepala. Dia kemudian bercerita bahwa saat itu dia sedang dalam proses bercerai dengan istrinya. Dia berkata bahwa pernikahan yang telah berjalan sebelas tahun dengan dua anak itu sudah tidak bisa dipertahankan lagi.
Selama ini istrinya selalu merasa kekurangan uang. Padahal setiap bulan uang yang dia berikan kepada istrinya sudah lebih dari cukup. Selain itu, istrinya selalu meminta informasi laporan keuangan baik yang ada di rekening pribadi maupun di dua perusahaannya. “Kalau mau mengecek rekening pribadiku ya silahkan saja namanya juga istri sendiri. Tapi jika harus mengecek dan mengatur jalannya keuangan perusahaan ya tidak bisa. Meskipun sahamku mayoritas tapi ada dua temanku lagi yang memiliki andil saham juga,” kata Bram. Dia melanjutkan ceritanya bahwa meskipun dia memiliki saham terbesar ada aturan yang harus dijunjung tinggi di perusahaan. Misalnya, pernah suatu ketika istrinya tiba-tiba datang ke ruang kepala bagian personalia dan membawa keponakannya agar diterima kerja dengan posisi tertentu.
Setelah menjalani beberapa kali terapi dan konseling serta penyelarasan dan pembersihan energi dalam diri, Bram datang lagi menemui Gus Massar dan bercerita bahwa dia sudah bercerai dengan istrinya. Sesuai dengan apa yang sudah pernah diutarakan Gus Massar, istri Bram sebetulnya ingin menguasai seluruh harta Bram. Caranya adalah dengan memakai guna-guna agar Bram cepat meninggal. Istrinya menggunakan black magic (ilmu hitam) dengan bantuan seseorang. Istri Bram termakan hasutan beberapa orang termasuk salah satunya adalah seorang laki-laki selingkuhan istrinya yang usianya lebih muda dari Bram. Saat terakhir datang ke tempat Gus Massar, Bram sudah terlihat lebih ceria. Wajahnya memancarkan pesona kebahagiaan. Perusahaannya juga semakin maju dan berjaya.
Rosa Lia, staf dan asisten bagian administrasi gusmassar.com