PERSIAPAN SEBELUM MENIKAH

TANYA

Gus Massar, saya wanita karir berusia 32 tahun. Saya kini menjadi manajer humas di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta. Setiap kali mudik lebaran, saya sering ditanya kapan menikah. Kolega saya juga yang sudah menikah sering menyindir saya dalam candaan kenapa saya masih single. Teman-teman nongkrong juga sering menanyakan hal yang sama. Saya sebetulnya bukan tidak mau menikah tapi saya belum ketemu orang yang saya merasa cocok.

Hubungan saya yang terdahulu benar-benar menyakitkan dan merugikan saya. Saya terjebak toxic relationship. Pacar saya terlalu obsessive dan saya harus sering keluar banyak uang untuk membiayai hubungan kami. Pada akhirnya, saya ditinggalkan karena dia memilih menikah dengan wanita lain. Setelah kejadian itu, saya jadi malas menjalin hubungan dengan lawan jenis. Apalagi saya masih harus memberikan sebagian gaji saya untuk ibu saya yang sudah lama single parent dan membiayai adik saya kuliah.

Saya sering merasa jenuh dengan rutinitas sehari-hari. Saya merasa kesepian. Saya iri melihat orang lain sudah berkeluarga punya pasangan dan anak. Saat rekreasi acara kantor di luar, rekan-rekan kerja pada membawa pasangan dan anak. Saya jadi canggung berbaur dengan mereka. Sebenarnya ada teman yang sudah memperkenalkan saudaranya untuk lebih dekat kenal dengan saya. Saya disarankan untuk pacaran terlebih dahulu. Tapi dari dua kali bertemu langsung, saya merasa tidak cocok. Setiap ngobrol sering tidak nyambung. Jadi tidak saya lanjutkan. Sebetulnya ada masalah apa dalam diri saya, Gus? Apa kira-kira yang harus saya persiapkan dan saya lakukan agar bisa cepat menikah?

Salma, Jakarta

JAWAB

Solusi dari masalah finansial, tuntutan keluarga, omongan teman, ketidakpastian masa depan, sering gabut tidak tahu mau ngapain, kesepian, tidak bahagia, bukanlah dengan menikah. Menikah artinya memasuki medan (wilayah) masalah baru. Menikah tidak bisa menyelesaikan semua persoalan. Di usia Anda yang sekarang, Anda harus sudah kebal dengan berbagai pertanyaan dan sindiran tentang kapan menikah. Siapkan jawaban yang singkat dan jelas tanpa harus bertengkar atau menyakiti perasaan orang lain. Anda juga punya hak untuk menghindar dan jaga jarak dari orang-orang yang sering bertanya begitu.

Anda tentu sering dengar kalimat ungkapan ini: daripada berzina lebih baik menikah. Bukankah setelah menikah, orang masih bisa berzina? Masih bisa selingkuh? Jadi solusi agar tidak berzina ya jangan berzina. Bukan menikah. Itu sama dengan kalimat: daripada pacaran terus menerus lebih baik menikah. Bukan begitu. Ya jangan pacaran. Ya jangan menikah. Kalau memang belum cocok dan belum siap. Apalagi misalnya ada orangtua yang agar lepas dari beban menafkahi, lantas memaksa menikahkan anak perempuannya yang masih di bawah umur. Padahal seharusnya masih dalam masa mencari ilmu. Saya menyayangkan hal itu.

Belum menikah bukanlah aib. Lagipula Anda tidak merugikan orang lain. Maka, untuk mengusir rasa sepi dan bosan, Anda bisa menekuni hobi yang bermanfaat bagi kesehatan, kebahagiaan, dan menghasilkan cuan. Ini akan saya beritahu saat Anda bertemu langsung dengan saya. Kemudian terkait pacaran. Ada beberapa hal yang sering disalahpahami tentang pacaran. Pacaran sebenarnya adalah upaya mengenali kekurangan dan kelebihan serta menggali apa yang menjadi visi dan misi dalam hidup ini. Jika sudah merasa saling cocok dan sepakat baru diputuskan untuk masuk ke jenjang pernikahan. Itulah pentingnya mengetahui visi misi masing-masing individu untuk diselaraskan dengan visi misi pernikahan. Ada hal-hal yang harus sudah selesai dibahas dan didiskusikan oleh masing-masing pasangan sebelum menikah agar tidak menjadi bahan pertengkaran dan percekcokan setelah menikah. Ingin punya anak berapa, akan tinggal di mana, riwayat kesehatan, iman dan keyakinan, masa lalu, hobi, cita-cita, pola pikir, pola hidup, dan pentingnya restu dari orangtua. Itu mestinya yang jadi bahan obrolan dalam pacaran. Bukan jalan-jalan, makan-makan, dan hanya senang-senang saja.

Jadi yang perlu saya tekankan di sini adalah menikahlah saat sudah siap secara mental, secara finansial, dan secara ilmu. Pertama, siap secara mental artinya Anda akan tinggal bersama laki-laki dari keluarga yang karakter, kebiasaan dan kulturnya beda dengan keluarga Anda. Ada mertua, saudara ipar, dan kerabat keluarga suami. Ini diperlukan cara berkomunikasi dan beradaptasi. Ketika sudah menikah, Anda bukan wanita lajang lagi karena menyandang status istri yang ikut membawa nama suami serta nama baik keluarganya. Pahami karakter calon pasangan sebelum menikah karena setelah menikah, yang namanya karakter sulit berubah. Kedua, siap secara finansial artinya punya pekerjaan yang bisa diandalkan untuk menopang kebutuhan rumah tangga. Jangan sampai setelah menikah, rumah tangga terlilit hutang dan kelimpungan memikirkan uang lalu bertengkar dengan pasangan terkait masalah ekonomi. Pastikan profesi dan jumlah gaji dari masing-masing pasangan kalau keduanya bekerja, juga harus dikompromikan. Jangan yang bergaji lebih tinggi merendahkan dan merasa lebih berkuasa dari yang bergaji rendah.

Ketiga, siap secara ilmu artinya pengetahuan tentang pernikahan dan rumah tangga perlu Anda pelajari dan ketahui. Bagaimana meminimalisir ego dan tidak mempermasalahkan hal-hal sepele yang memicu pertengkaran dan perceraian. Masalah yang besar sekalipun bisa dipecah-pecah agar menjadi masalah kecil yang bisa dicarikan solusinya. Di sini saya sering melihat bahwa pasangan suami istri sering bertengar bukan untuk mencari solusi atas masalah tapi bertengkar hanya untuk membuktikan siapa yang paling benar dan siapa yang harus disalahkan. Ilmu dan pengetahuan akan memandu Anda dan pasangan untuk sama-sama berpikir mencari solusi persoalan rumah tangga. Ilmu tentang parenting (pola asuh) anak juga perlu dipelajari. Mengasuh, merawat, dan mendidik anak adalah tanggung jawab berdua sebagai orangtua. Bukan dibebankan pada satu orang saja. Belajar dari rumah tangga orang lain bisa juga jadi referensi.

Terakhir, saya berpesan bahwa menikah bukan untuk main-main. Orang pacaran bisa putus nyambung cari pacar baru. Menikah tidak seperti itu. Menikah, tidak cocok, terus cerai. Menikah lagi, bertengkar, terus bercerai lagi. Begitu terus menerus. Betapa banyak waktu, pikiran, dan biaya yang harus dikorbankan. Agar Anda cepat segera bertemu dengan jodoh, silahkan menghubungi saya. Ada trauma dan luka batin dalam diri Anda yang harus dibersihkan terlebih dahulu untuk menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan dalam menjalani rumah tangga dan ini menjadi mental block dalam diri Anda. Ini agar Anda bisa mudah bertemu calon pasangan yang benar-benar cocok dan sesuai kriteria yang Anda inginkan. Sebagai penutup, jangan membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang punya masa dan ada waktunya sendiri. Masing-masing orang menjalani garis nasib dan takdir hidup yang berbeda. Sampai ketemu. Salam.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *