TANYA
Yang terhormat Ustad Massar. Saya istri seorang pejabat daerah. Kami sudah 26 tahun menikah. Selama ini kami tidak pernah kekurangan uang. Suami selalu mencukupi kebutuhan saya dan anak-anak. Selama tiga tahun terakhir ini saya tahu bahwa suami saya punya wanita simpanan. Saya sebetulnya ingin bercerai tapi sikap suami seperti tidak merasa terjadi apa-apa. Selama itu pula saya dan suami sudah tidak lagi melakukan hubungan biologis.
Kalau saya bercerai, otomatis nafkah dari suami juga tidak lagi saya dapatkan sedangkan saya harus tetap menyuntikkan modal dan dana pada dua butik, satu restoran, dan satu vendor pakaian di sebuah mall pusat perbelanjaan. Sedangkan masih ada dua SPBU milik suami yang masih harus saya awasi manajemennya karena sudah dimandatkan oleh suami kepada saya untuk mengurusnya. Pembagian harta gono-gini terlihat rumit mengingat saya juga berhak menuntut bagian karena ikut membesarkan dan mengelola bisnis suami saya. Sampai saat ini baru ada tiga aset yang sudah atas nama saya sebagai pemilik yaitu satu ruko, sepetak tanah, dan sebuah mobil.
Selama ini saya hanya memendam masalah saya dan anak-anak tidak ada yang tahu. Saat ada acara resmi kantor dan undangan ke luar, suami masih mengajak saya untuk mendampingi. Hal ini yang membuat rumah tangga kami terlihat baik-baik saja. Sampai suatu ketika, karena saking jengkelnya saya dengan polah suami yang sering alasan terlambat pulang padahal menemui wanita simpanannya, akhirnya saya balas dendam. Saya selingkuh dengan pemuda brondong yang saya temui di sebuah night club. Saat itu saya sedang stress dan melampiaskan sakit hati pada suami dengan minum-minum dan berjoget. Saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Semoga Ustad Massar bisa membantu saya. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih.
Nia, Semarang.
JAWAB
Ibu Nia, saya turut prihatin dengan apa yang terjadi pada Anda dan suami. Saya akan mulai dari pembahasan bahwa dalam berkeluarga dan berumah tangga, setiap pasangan mengalami masalah, hambatan, dan tantangan yang berbeda. Ada rumah tangga yang secara ekonomi tercukupi tapi kesetiaan pasangan diuji. Ada yang kondisi finansial terseok-seok tapi pasangan suami istri tetap berpegangan tangan saling bahu membahu dalam menjalani bahtera rumah tangga atau malah bisa jadi pemicu pertengkaran lalu bercerai. Ada yang berkonflik dengan mertua, ipar, tetangga, dan saudara. Ada pula yang salah satu pasangan mengidap penyakit sehingga butuh perawatan, waktu, dan biaya yang tak sedikit. Itu hanya sekelumit masalah yang umum. Masih banyak jenis persoalan lain. Semua itu butuh kesabaran dalam menjalani dan ketenangan dalam upaya menemukan jalan keluar.
Lantas, apa yang membuat rumah tangga goyah dan tak bisa dipertahankan? Dari ratusan pasangan dengan kondisi ekonomi menengah ke atas yang berkonsultasi dengan saya, 90% adalah karena perselingkuhan. Sedangkan sisanya adalah karena alasan ketidakcocokan dan adanya gangguan dan serangan energi negatif dari orang yang iri. Kasus perselingkuhan secara internal biasanya dimulai dengan rasa jenuh dan bosan dengan pasangan. Secara eksternal, muncul pihak ketiga dengan motif bervariasi: dendam, iri, ingin menguasai harta, ingin merebut pasangan sah, lingkungan pertemanan dan pekerjaan, dan lain sebagainya. Dari semua kasus itu ada yang diwarnai dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik secara fisik maupun verbal dan ada yang tidak.
Tujuan berumah tangga adalah mencapai keluarga sakinah mawaddah wa rohmah. Ada ketenangan di dalamnya, ada keharmonisan dan kebahagiaan, dalam balutan kasih sayang demi mendapat ridlo Allah SWT. Tentu saja jalan menuju ke sana tidak selalu lurus dan mulus. Dalam kasus Anda, silahkan bicara baik-baik dengan suami. Luangkan waktu untuk makan di luar berdua sambil ngobrol atau jalan-jalan sembari mengenang masa-masa Anda dan suami masih dalam masa pacaran atau pengantin baru. Berupaya saling mengakui kesalahan dan saling memaafkan kemudian berjanji dan bertobat untuk tidak mengulangi kesalahan.
Jika memang keinginan bercerai sudah kuat dan yakin itu adalah opsi terbaik, pastikan Anda dan suami sudah siap. Anda bisa menunjuk kuasa hukum atau pengacara untuk mengurus sidang perceraian dan pembagian harta gono gini tanpa hiruk pikuk drama pertengkaran dan saling menyebarkan kebencian dan keburukan pasangan. Berpisah baik-baik bisa menjadi gambaran bagi anak-anak di kemudian hari bahwa perceraian adalah bagian dari resiko pernikahan yang pada taraf tertentu tak bisa dihindari. Ini juga bisa menjadi pelajaran bagi anak-anak dan juga mereka yang hendak menikah bagaimana membangun kehidupan keluarga butuh persiapan dan agar lebih berhati-hati memilih calon pasangan. Dengan demikian, citra pernikahan tidak akan begitu menakutkan karena masih banyak contoh rumah tangga yang harmonis tanpa perceraian.
Sebagai penutup, saya hanya ingin menyampaikan bahwa jika Anda dan suami masih ingin melanjutkan rumah tangga, silahkan kalian berdua—Anda dan suami—datang ke tempat saya. Namun jika tidak, Anda bisa datang sendiri agar saya bisa membantu supaya sidang perceraian Anda berjalan mulus dan Anda beserta anak-anak mendapat hak sesuai harapan. Karena saya melihat bahwa lebih baik hak asuh anak jatuh ke tangan Anda. Meskipun demikian, Anda dan suami kelak jika sudah berpisah, saya berharap agar masih ada komunikasi yang baik dan masih tetap perhatian terhadap anak-anak. Demikian. Salam.