Saya pertama kali berjumpa dengan lelaki yang kini menjadi suami saya pada 2018. Saat itu saya menghadiri “FIABCI Meeting and Global Business Summit 2018” yang diselenggarakan pada 7-10 Desember 2018 di Bali. FIABCI (Federation Internationale des Administrateurs de Biens Conseils Immobiliers) atau Kongres Federasi Real Estat Dunia merupakan organisasi paling bergengsi di kalangan pelaku real estat dunia. Organisasi ini bermarkas di Paris yang dibentuk pada 1951. Saat ini FIABCI menaungi anggota dari 40 profesi di sektor real estat, yang berasal lebih dari 60 negara dengan kantor cabang di sekitar 45 negara. FIABCI juga merupakan mitra strategis United Nations yang berkolaborasi membentuk Economic and Social Council (ECOSOC). Terpilihnya Bali sebagai lokasi berdasarkan keputusan “World Congress FIABCI” yang ke-69 yang diadakan di Dubai, Uni Emirat Arab, dari 28 April hingga 1 Mei 2018. Saya hadir di Dubai karena ditugaskan oleh atasan saya.
Ada sekitar 1000-an orang pelaku usaha real estate dan industri pendukungnya yang hadir di “FIABCI Meeting and Global Business Summit 2018” di Bali. Lebih dari separuh yang hadir merupakan investor asing dari berbagai negara. Dalam forum inilah saya selain melaksanakan kewajiban dan tugas perusahaan, saya juga berupaya menjalin relasi dan memperluas network. Salah satu keinginan yang ada pada diri saya adalah memiliki suami warga negara asing (WNA) terutama bule. Saya bukan tidak mau bersuamikan orang Indonesia. Saya sudah dua kali bermasalah dengan lelaki sesama warga negara Indonesia. Kulit saya tidak putih atau kuning langsat. Lebih cenderung sawo matang dan itu dianggap kurang cantik oleh mantan saya. Saya dipaksa menggunakan skincare dan kosmetik untuk mencerahkan kulit. Saya menolak. Saya menerima dan mencintai diri saya apa adanya termasuk warna kulit saya. Semua wanita itu cantik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan sampai definisi cantik hanya dibatasi oleh warna kulit. Dua teman kuliah saya yang sudah menikah dengan bule turut mempengaruhi keputusanku untuk mencari calon suami bule.
Ada dua hal penting yang disampaikan oleh dua teman saya yang sudah menikah dengan bule. Pertama, saya dianjurkan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Srikandi Mixed Marriage yang bermarkas di Cilandak, Jakarta Selatan dan memiliki perwakilan di Bali. Perkumpulan Srikandi Mixed Marriage adalah perkumpulan wanita Indonesia yang menikah atau pernah menikah dengan lelaki dengan kewarganegaraan asing. Perkumpulan ini didirikan oleh para pendiri yaitu Ibu Dewi Hajar Hardy, Ibu Sri Setyaningsih Lienau, Ibu Rahaju Margaretha Koosman, Ibu Berliana Ratna Djuwita Manullang Whitney, dan Ibu Ries Makmur. Saat itu saya belum bisa bergabung menjadi anggota karena belum menikah dengan WNA. Namun, saya bisa berkonsultasi, bertanya, dan mengikuti webinar terkait UU Kewarganegaraan, Kewarganegaraan Ganda, serta prosedur dan seluk beluk dokumen serta persyaratan menikah dengan WNA.
Kedua, karena saya sudah dekat dengan seorang lelaki WNA dan saya sudah merasa cocok, saya disuruh menemui Gus Massar di Semarang. Teman saya memberikan alamat dan nomor hape untuk bisa bertemu Gus Massar. Kepada Gus Massar saya menyerahkan foto lelaki WNA yang saya harapkan bisa menjadi suami saya. Lelaki tersebut adalah pengusaha di bisnis properti berkebangsaan Amerika Serikat. Puji Tuhan, pada 2022 saya menikah. Saat ini saya dan suami sudah dikaruniai satu anak perempuan yang cantik.
Demikian pengalaman saya dalam mencari suami bule. Meskipun ayah saya sempat melarang saya menikah dengan WNA, berkat bantuan doa dan terapi dari Gus Massar, ayah saya akhirnya merestui. Kalau ibu saya selalu mendukung apa yang menjadi pilihan saya selama itu baik bagi masa depan saya. Sedangkan keluarga suami saya tidak ada masalah. Apalagi adik suami (adik ipar saya) merasa senang dan cocok ngobrol dengan saya. Karena latar belakang bidang profesi saya dan suami sama, kami akan menghadiri “74th FIABCI World Real Estate Congress” yang diselenggarakan pada 27-31 Mei 2024 bulan ini di Singapura. Tentu saja kami mengajak putri kami dan orangtua saya. Sekalian jalan-jalan di sana.
Fransesca, Tabanan, Bali